Kuliah Tamu Aplikasi Psikologi dalam Keluarga dan Komunitas

Kamis, 04 April 2019 17:13 WIB   Fakultas Psikologi

Toleransi sebagai Kunci Penyelesaian Konflik

 

Fakultas Psikologi UMM Menyelenggarakan agenda tahunan Kuliah Tamu bertema “Upaya Penguatan Keluarga Dan Perempuan Di Komunitas Pasca Konflik”, pada Selasa (2/4/2019) di Aula Lt. 9 GKB IV UMM Kampus III. Kuliah tamu ini ditujukan untuk mahasiswa yang memprogram mata kuliah aplikasi keluarga dan komunitas, Kepala Prodi Psikologi, Ibu Susanti Prasetyaningrum, S.Psi,. M.Psi. dan Pimpinan Dekanat turut hadir untuk memantau berlangsungnya acara.

Acara dibawakan oleh ibu Ratih selaku moderator dan ibu Baihajar Tualeka, S.H. atau akrab disapa “Bai” sebagai narasumber. Bai merupakan pendiri lembaga pemberdayaan perempuan dan anak (LAPAN) yang bertujuan untuk memfasilitasi pendidikan dan diskusi antara komunitas Islam dan Kristen hingga pelosok wilayah Ambon untuk mempromosikan perdamaian.

Ibu Bai merupakan aktivis perempuan maluku dan dikenal sebagai inisiator perdamaian yang pernah merasakan bagaimana hidup di tengah-tengah konflik dan dipaksa untuk bersikap. Ibu Bai menyampaikan beberapa gambaran kegiatan intervensi yang berbasis komunitas seperti mendirikan Paud dirumah-rumah kosong untuk anak-anak pengungsi, “disana kita tidak hanya sekedar Paud tetapi kita berbicara mengenai nilai-nilai toleransi, nilai-nilai keragaman hal ini menjelaskan tidak hanya orang-orang yang berbeda suku tetapi ada pula yang berbeda agama, kami juga membuat lomba-lomba untuk memperingati hari kemerdekan untuk memotivasi agar anak-anak mau bersekolah dan merubah konsep diri yang positif”. 

Lebih lanjut, Bai menceritakan bahwa orang tua selalu menceritakan hal-hal negatif kepada anak-anak mereka, sehingga anak-anak sulit untuk berinteraksi dan malah memunculkan dendam hal inilah yang menjadi masalah dalam masalah yang tidak ada habisnya. “Kita tidak bisa membuat perdaimaan, apabila kita belum dapat menyelesaikan konflik” Ibu Bai menjelaskan ketika kita datang ketempat konflik yang diperhatikan adalah apa yang bisa kita lakukan untuk komunitas tersebut agar ada perubahan yang lebih baik, kemudian mengidentifikasi setelah itu mencari orang-orang baik yang bisa mengelola komunitas mereka sendiri. isu-isu lain yang disampaikan ibu Bai tidak hanya peritiwa yang terjadi disuatu daerah namun peristiwa yang marak terjadi seperti pelecehan seksual, kekerasan seksual, penularan penyakit HIV/AIDS, Aborsi dll. Mirisnya hal tersebut tidak hanya terjadi pada orang dewasa tetapi terjadi pada anak-anak yang masih dibawah umur. Kasus-kasus seperti itu semakin meningkat bahkan hukum pun tidak mampu melindungi anak-anak dan perempuan.

Pada sesi diskusi ibu Bai menjelaskan pentingnya melihat realita kehidupan masyarakat agar mengenali masalah mereka dengan memberikan Psikoedukasi dan Psikososial dalam upaya tumbuh kembang anak serta orang-orang yang terkena dampak dari konflik yang ada dikomunitas seperti trauma. Beliau juga menyampaikan bahwa kita sebagai relawan harus kreatif dan fleksibel untuk menghadapi komunitas yang ekstrem, seperti melakukan intervensi lewat anak dan perempuan terdahulu untuk mencapai keadaan yang kondusif. Menurutnya tantangan terbesar adalah ketika komunitas hanya berkembang dalam komunitas itu sendiri tanpa mengetahui komunitas lain yang bisa menjadi pemicu sebuah konflik antar komunitas.

Adapun pesan terakhir yang disampaikan ibu Bai bahwa kita harus selalu saling menguatkan, dan menerima orang yang berbeda dalam kehidupan kita sehari-hari. (Arini)

Shared: