Minggu pertama bulan oktober menjadi pekan keberangkatan tim 2 migrant care ke Kuala Lumpur. Diawali keberangkatan pertama yang didampingi oleh Bapak Adhyatman Prabowo, S.Psi., M.Psi., Psikolog sebagai dosen pendamping, kemudian disusul pada tanggal 6 keberangkatan kedua yang didampingi oleh Bu Diana Savitri Hidayati, S.Psi., M.Psi. Pihak KBRI menerima dengan hangat kedatangan seluruh tim. Aktivitas yang dilakukan pertama adalah pengenalan tempat pekerja migran Indonesia (PMI) kepada seluruh tim 2, pemberian kartu akses untuk masuk, perkenalan selter, dan beberapa tim yang dikirim ke Johor atas permintaan intervensi pendampingan psikologi di selter Johor.
Terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada tim kali ini. Dari 7 orang mahasiswa akan dibagi menjadi dua, 4 orang akan melanjutkan asesmen dan intervensi pada pekerja migran Indonesia (PMI) di selter Kuala Lumpur dan 3 orang akan melakukan asesmen awal dan intervensi di selter Johor. Selain program lanjutan dari tim sebelumnya, intervensi juga akan diberikan kepada staf KBRI yang bekerja membantu menyelesaikan permasalahan – permasalahan para pekerja migran Indonesia (PMI) disana. “Jika permasalahan pekerja migran Indonesia (PMI) tidak segera diselesaikan satu persatu, maka penghuni selter akan semakin banyak. Padahal selter sejatinya hanyalah tempat sementara. Kebanyakan staff KBRI terlalu fokus mengatasi masalah yang harus segera diselesaikan, mengakibatkan mereka tidak fokus terhadap dirinya sendiri, bagaimana mencintai diri sendiri untuk sebuah kebahagiaan” penjelasan pak Adhyatma sewaktu diwawancari.
Awal mula hadirnya burnout dan stress yang dirasakan staff KBRI kebanyakan berasal dari hal tersebut. Akhirnya pak Adhyatman sebagai dosen pendamping yang sudah memiliki kapabilitas sebagai psikolog juga memberikan intervensi berupa pelatihan psikologi untuk memberikan perasaan well-being kepada para staf KBRI. Feedback yang antusias sangat dirasakan serta terdapat beberapa staf yang melakukan konseling privat secara online kepada beliau. Secara gamblang terlihat juga bahwa tidak gampang seseorang berada disana. Keinginan untuk pulang sangat besar, tetapi beberapa hal yang menghambat seperti permasalahan izin tinggal, tidak bisa kirim uang ke rumah, tidak turun gaji, dan malu menjadi penyebab mereka sulit berada disana. Maka dari itu, program lanjutan dari tim sebelumnya akan tetap dijalankan seputar aktivitas pengembangan kondisi psikologis pekerja migran Indonesia (PMI).
Selama penjamuan kedatangan tim fakultas psikologi UMM di KJRI, terdapat diskusi yang menyarankan untuk tim 2 memberikan pendampingan psikologi di salah satu sekolah yang dibawahi KJRI. Sekolah ini merupakan wadah yang diberikan kepada anak pekerja migran Indonesia agar tetap mendapatkan hak pendidikannya. Pemberian intervensi di daerah Johor ini adalah kali pertama, aktivitas yang dilakukan mulai dari melakukan survei lokasi dan melakukan asesmen awal pada pekerja migran Indonesia di Johor. Hasil yang didapat sementara adalah schedule jam kerja PMI yang berbeda dengan selter Kuala Lumpur yakni hari libur pada hari jumat dan sabtu. Sebuah tantangan bagi tim pertama yang akan menyesuaikan dengan otonomi daerah setempat selama melakukan asesmen kedepan. Permasalahan di Johor hampir sama seperti di selter Kuala Lumpur yakni para PMI hanya menunggu kabar kepulangan mereka ke tanah air. Perizinan tinggal yang tidak dilengkapi secara administartif membuat mereka terhambat untuk pulang ke Indonesia. Oleh karena tidak adanya izin tinggal secara administrative, maka dari itu PMI harus dipulangkan dengan cara membayar sanksi terlebi dahulu. Pihak KBRI lah yang akan membantu proses penyelesaian masalah tersebut dengan negosiasi terhadap majikan PMI untuk menurunkan upah/gaji PMI. Upah inilah yang nantinya akan dipotong untuk membayar sanksi PMI. Terkait asesmen sendiri, sejauh ini tim 1 Johor masih melakukan asesmen dini. Telah diberikan alat ukur psikologi dan metode observasi hingga wawancara untuk menggali kondisi psikologi PMI di selter Johor. “Berdasarkan survei awal menggunakan metode wawancara didapatkan hasil yaitu dampak permasalahan administratif ini kepada PMI. Namun hal ini masih bersifat building raport, masih harus cross check dengan alat ukur yang berbeda, pendekatan individual, observasi dan wawancara lanjutan. Masalah psikologis yang terlihat hanya kebosanan karena menunggu kepulangan, kalau yang cenderung mengarah ke gangguan masih belum ditemukan” hasil sementara yang dipaparkan oleh bu Diana Savitri Hidayati, S.Psi., M.Psi. sleaku dosen yang mendampingi tim saat diwawancarai.
Tim akan menyelesaikan tugasnya pada tanggal 22 bulan oktober. “Harapan saya mereka bisa cepat learning experience berhadapan secara langsung dengan kasus-kasus nyata. Saya berharap mereka juga mampu memecahkan masalah-masalah yang ada dalam kasus nyata tersebut yang penuh dinamika, hal tersebut pastinya akan menjadi hal yang positif bagi pengalaman mereka” harapan pak Adhyatma dalam pelaksanaan program migrant care kali ini. Harapan lain juga turut hadir dari bu Didi “Harapan saya mereka bisa membawa nama baik fakultas, bisa beradaptasi, bisa mengerjakan semua tugas-tugasnya dengan baik. Berinisiatif apabila ada tugas yang mungkin tidak sesuai dengan rencana awal yang telah disusun, karena namanya kondisi tidak bisa dikontrol. Seperti jadwal libur yang ternyata hanya di hari jumat sabtu (bergantung otonomi daerah)”.